Wilujeng Sumping^^

Selamat datang di sini, silahkan menikmati hidangan yang ada. Alakadarnya saja ya..
Ga usah terlalu serius lah:)

Kamis, 15 Oktober 2009

BlackBerry dan Teori Komunikasi

Melihat Fenomena BlackBerry dari Berbagai Teori Komunikasi

BlackBerry atau yang lebih dikenal dengan sebutan BB, sepertinya saat ini telah menjadi salah satu kebutuhan utama, layaknya sandang, pangan dan papan. Atau mungkin bahkan lebih ekstrim lagi diatas dari ketiga kebutuhan primer diatas, misal: biarlah masih ngekost atau ngontrak, tapi menenteng kesana kemari sebuah BB di genggamananya ataupun rela mengurangi jatah makan guna mendapatkan si “berry hitam” yang tengah menjadi idola masyarakat perkotaan, khususnya Jakarta.

Kita coba ingat kembali, sekitar tahun 2007 kemarin, dimana demam Communicator (sebutan dari Nokia Communicator family) melanda ibukota ini. Masyarakat Jakarta dan kota-kota besar lainnya pun rela antri dari subuh di depan konter penjual Nokia, baik yang resmi ataupun tidak hanya untuk bisa mencicipi si “brick-like smartphone” terbaru itu

Mereka pun rela membayar selisih lebih sekian ratus ribu atau sekian juta rupiah untuk menjadi nomor pertama didalam waiting list yang telah mengular bak antrian sembako ataupun minyak tanah itu. Itu semua karena pada saat itulah Nokia E90 dilaunching untuk pertama kalinya di dunia, dan Indonesia lah pilihan utama tempat peluncuran handphone pintar terbaru dari Nokia

Tidak salah memang pihak marketing Nokia memilih Indonesia sebagai tempat peluncuran pertama kali Nokia E90, yang kadang-kadang diplesetkan dengan “EGO“, hampir sebagian besar masyarakat Indonesia mempunyai ego yang sangat tinggi. Melebihi dari realitas yang bisa ditolerir oleh orang pada umumnya

Jangan heran jika kita mendapati sebuah rumah gubuk reyot yang atapnya berlubang-lubang tetapi didalamnya terdapat sebuah televisi 21 inchi dan pemiliknya sedang berasyik masyuk sms-an ria atau berhaha-hihi dengan sebuah handphone yang cukup buat beli beras untuk sebulan lamanya

Itu contoh untuk kaum marginal ataupun yang berekonomi pas-pasan, coba kita tengok diseberang sana, kelakuan yang hampir serupa tapi dalam taraf yang lebih parah pun melanda kaum gedongan ataupun borjuis yang uangnya seolah-olah tidak berseri saking banyaknya. Contoh nyata, mobil paling terkini yang masih dipamerkan disebuah ajang motorshow diluar negeri sana, hanya dibuat secara limited (terbatas) dan jumlahnya di seluruh dunia hanya ada 10, jangan kaget jika 2 atau 3 dari jatah itu adalah untuk orang Indonesia

Sekarang kita kembali lagi ke topik diatas, tentang fenomena blackberry yang seolah-olah meluluh lantakkan berbagai macam fenomena-fenomena alam yang telah terjadi selama ini. Fenomena ini sedang melanda masyarakat kota besar hingga pelosok negeri. Yang muda ataupun tua, dari pelajar, mahasiswa hingga orang perkantoran. Semuanya terbius dengan si “berry-hitam” yang konon presiden Amerika Serikat terpilih, Barrack Obama pun tidak bisa lepas darinya

Kebutuhan akan komunikasi data maupun suara dimana saja dan kapan saja, saat ini memang sudah menjadi hal yang lumrah. Seiring dengan pertumbuhan teknologi komunikasi yang semakin memudahkan seseorang untuk bisa terhubung ke seluruh penjuru dunia lewat bantuan Internet. Tapi apakah kita lupa, itu semua telah menjadi fitur utama dari semua smartphone mulai dari jaman Nokia 6600 diluncurkan (kira-kira 7 tahun yang lalu).

Tinjauan Berbagai Teori Komunikasi terhadap Fenomena BlackBerry.

Menilik Fenomena Blackberry yang telah menggejala sedemikian akutnya, menarik juga untuk di kaji dalam perspektif berbagai teori komunikasi, teori yang berkenaan dengan literasi media (dalam hal ini teknologi komunikasi), seperti yang di utarakan oleh William (1987:7) “Apakah kita tuan atau korban Teknologi komunikasi, bergantung pada kemampuan kita secara kelompok untuk menggunakannya secara bijaksana agar bermanfaat bagi manusia”.

Ketika seseorang telah asyik dengan dirinya sendiri dan “dunianya sendiri”, apalagi tidak memperdulikan lingkungan sekitar, menjadikan sikap ketergantungan yang teramat sangat, tidak bisa hidup tanpa “dunianya”, maka orang tersebut boleh dibilang telah terkena gejala-gejala penyakit autis (baca:tidak peduli dengan lingkungan sekitar). Seorang pengguna maniak BlackBerry bisa menghabiskan waktunya berjam-jam, bahkan seharian penuh bersamanya. Entah untuk membalas email, memberikan komentar lewat blogwalking, upload foto terbaru kedalam facebook, ataupun sekedar browsing dan chatting dengan seseorang yang dari antah berantah diseberang sana.

Dia seolah-olah telah mempunyai dunianya sendiri, tidak menghiraukan lagi lingkungan disekitarnya. Toh dengan BlackBerry di genggamannya, dan koneksi internet selama 24 jam nonstop yang didapatnya, maka dia bisa menciptakan dunia yang sesuai dengan keinginannya. Dunia semu nan majemuk alias dunia maya

Untuk menjelaskan fenomena “kecanduan” Blackberry ini, Selain teori media literasi, kita juga dapat menggunakan berbagai teori komunikasi massa, terutama teori depedensi effek komunikasi massa. Teori ini dikembangkan oleh Sandra Ball-Rokeachdan Melvin L. DeFluer (1976), yang memfokuskan pada kondisi struktural suatu masyarakat yang mengatur kecenderungan terjadinya suatu efek media massa. Teori ini berangkat dari sifat masyarakat modern, diamana media massa diangap sebagai sistem informasi yang memiliki peran penting dalam proses memelihara, perubahan, dan konflik pada tataran masyarakat,kelompok, dan individu dalam aktivitas sosial.

Selain itu, juga ada pendapat yang lebih mengena tentang fenomena ini, yakni pendapat yang di utarakan oleh Denni Coulet tentang efek teknologi komunikasi: “Teknologisasi yang terjadi di dunia ketiga adalah ibarat pedang bermata dua, yakni sebagai pembawa dan penghancur nilai-nilai. Sebagai pembawa nilai-nilai yang borjuis-kapitalis Barat yang rasionalistik, individualistik, positivistik, tapi juga sekaligus sebagai penghancur budaya lokal yang religius-asketis, fatalis serta memegang teguh prinsip-prinsip collective collegia. (Denis Coulet, dalam Abrar. 2003)

Hal diatas pada dasarnya tidak hanya bisa terjadi kepada pengguna BB saja, tapi bisa terjadi pada siapa saja, para pengguna handphone yang hanya bisa untuk kirim sms dan menelpon saja pun juga bisa menciptakan dunia yang serupa.

Memang semua itu kembali pada diri masing-masing. Seberapa pentingkah memiliki BlackBerry itu untuk kita ? layak kah kita harus mengeluarkan uang seharga satu ekor sapi untuk sebuah alat komunikasi pintar ini ? Jangan sampai semua itu hanyalah demi kesenangan sesaat saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar